counter create hit Wisata Eks Tambang, Raup Untung Nyawa Melayang

Iklan

Iklan

,

Iklan

Wisata Eks Tambang, Raup Untung Nyawa Melayang

Administrator
14 Feb 2024, 14:22 WIB Last Updated 2024-02-14T07:22:46Z


Wisata Eks Tambang, Raup Untung Nyawa Melayang
Oleh Tri Maya (Pemerhati Lingkungan)

Fenomena menjadikan lubang bekas tambang sebagai destinasi wisata, telah menjadi tren sejak beberapa tahun belakangan. Pemanfaatan danau lubang tambang menjadi obyek wisata sejatinya tidak dibenarkan karena mengandung zat berbahaya bagi tubuh dan bisa merusak kesehatan. Bahkan jatam sendiri mempertanyakan siapakah yang memiliki wewenang dalam pengelolaan tempat wisata pada kolam pasca tambang. "Yang memberikan izin ini siapa, lalu yang mengawasinya pun siapa," kata Mareta Sari (Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur kepada korankaltim.com. "Sejauh ini ada sekitar 44 anak meninggal di lubang tambang, yang terbaru kemaren yang meninggal di objek wisata di Tenggarong Seberang yang sebelumnya adalah lubang tambang," jelas  Mareta.

 

Pasal yang menjadi 'mesin pembunuh'

 

Pasal 99 UU No. 3 Tahun 2020 dianggap memberikan celah bagi perusahaan tambang untuk tidak menutup seluruh lubang bekas tambang. Selain itu, Keputusan Menteri ESDM tahun 2018 menyebutkan program reklamasi dapat dilaksanakan dalam bentuk revegetasi (penanaman tumbuhan kembali) atau peruntukan lainnya antara lain pariwisata, sumber air, dan area pembudidayaan. Beleid itu memungkinkan perusahaan untuk "lari dari tanggung jawab pemulihan" yang seharusnya dibebankan kepada mereka.

"Seharusnya reklamasi itu bentuknya adalah penutupan dan pemulihan namun dalam terjemahan yang baru itu Kementerian ESDM memberikan ruang agar tidak melakukan penutupan tapi bisa dijadikan peruntukan lain. Menurut catatan Jatam, pada tahun 2018, terdapat sekitar 1.735 lubang tambang yang tersebar di tujuh kota/kabupaten. Jumlah terbesar ada di wilayah Kutai. Menjadikan lubang tambang sebagai tempat wisata adalah langkah lebih mudah dan murah dibandingkan dengan melakukan reklamasi dan mengembalikan fungsi tanah seperti sedia kala. Jadi, ketika pemerintah memberikan opsi ini, para pengusaha tambang tentu menyambut gembira. Tak peduli berapa banyak sudah total jiwa melayang. Tak dipikirkan lagi berapa besar kerugian akibat tercemarnya lingkungan dan ekosistem. Terlebih hilangnya harta milik umat (tambang) yang telah dikuasai korporasi asing maupun lokal. Regulasi yang dibuat pemerintah sejatinya hanya lah semakin memperjelas kemesraan hubungan antara penguasa dan pengusaha. Begitulah jalannya sebuah roda pemerintahan didalam sistem kapitalis sekuler. Eksplorasi dan eksploitasi tambang hanya menyengsarakan rakyat dan alam.

Alih-alih mendatangkan kesejahteraan, yang terjadi akibat eksploitasi tambang adalah kerusakan alam dan kesengsaraan hidup rakyat.

 

Pengelolaan Tambang Dalam Islam

 

Polemik kepemilikan tambang sejatinya tak akan pernah berkesudahan dalam Sistem Kapitalisme Sekuler Demokrasi, karena sistem tersebut ditegakkan atas asas pengabaian Syariat Allah SWT dalam pengaturan urusan publik (masyarakat & negara), dan ditopang oleh salah satu pilar yaitu pilar kebebasan berkepemilikan. Siapapun boleh  “bebas memiliki” tambang berlimpah di negara ini. Kesejahteraan rakyatpun menjadi utopia.

Berbeda dengan Sistem Islam, hasil pengelolaan tambang berlimpah merupakan hak rakyat sepenuhnya, haram diberikan kepada siapapun atau pihak manapun.  Mekanisme pengelolaannya dilakukan sepenuhnya oleh negara. Dan hasil pengelolaannya akan diberikan kepada rakyat sepenuhnya melalui berbagai mekanisme diantaranya penyediaan fasilitas layanan umum (publik) seperti pemberian layanan kesehatan, pendidikan, keamanan gratis bagi rakyat, penyediaan fasilitas umum seperti jalan raya/ transportasi, ketersediaan air bersih, BBM, listrik, dan lain sebagainya. Diberikan kepada seluruh warga negara tanpa memandang SARA ataupun status ekonomi, kaya miskin, muslim dan nonmuslim mendapatkan layanan hak yang sama. Karena Perintah Allah SWT yang termaktub dalam Hadist Rasulullah SAW :

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).

Hadist tersebut menerangkan bahwa kekayaan alam baik itu yang berupa air, padang gembala (hutan) dan hasil tambang apapun adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kepentingan rakyat. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta lokal apalagi asing.

Wallahu a’lam bish shawab

Iklan