counter create hit Gas Melon Langka dan Mahal Lagi

Iklan

Iklan

,

Iklan

Gas Melon Langka dan Mahal Lagi

Administrator
11 Jan 2024, 08:59 WIB Last Updated 2024-01-11T01:59:00Z


Gas Melon Langka dan Mahal Lagi
Oleh : Yuliana S.Sos (Pemerhati Sosial)

Beberapa hari terakhir tak sedikit masyarakat khususnya para Ibu Rumah Tangga (IRT) mengeluhkan sulitnya mendapat gas elpiji, jika ada pun harganya yang biasa hanya Rp 32 ribu menjadi Rp 40 ribu untuk setiap satu gas 3 kilo.
“Sudah harganya mahal, barangnya juga tidak ada,” keluh salah satu warga Jalan Padat Karya,  Anita, kepada Berau Post (2/1/2024).

Dia berharap ada perhatian serius dari pemerintah daerah terkait hal ini, karena kondisinya sudah sangat menyusahkan masyarakat. “Karena gas itu adalah kebutuhan pokok untuk saat ini, jika tidak ada gas maka susah untuk masak,” singkatnya. Merespons hal ini Wakil Ketua Komisi II, Wendie Lie Jaya, kondisi ini disebabkan adanya oknum-oknum yang melakukan penyelewengan atau melakukan penyalahgunaan barang bersubsidi tersebut.

Hal serupa juga terjadi Kelangkaan liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram atau gas melon kembali terjadi di Penajam Paser Utara (PPU), khususnya di Kecamatan Penajam. Saat ini, kalaupun elpiji 3 kg tersedia, harganya dijual di tingkat pengecer hingga Rp 50 ribu per tabung atau jauh lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (Diskukmperindag) PPU. Sebelumnya, kesulitan gas elpiji 3 kilogram ini terjadi pada Oktober 2023.

Untuk mendapatkan gas ini warga harus membelinya ke tempat lain yang jaraknya relatif jauh dalam daerah PPU. “Contohnya, Mira, warga RT 2, Ahmad warga RT 12, Agung warga RT 22 Kelurahan Petung harus membeli gas melon seharga Rp 50 ribu per tabung, dan itu pun langka. Mereka ini mendapatkan gas tersebut di Kelurahan Penajam yang berjarak sekitar 18 kilometer dari rumah mereka,” kata Andi Nurhakim, pekerja sosial masyarakat (PSM) PPU kepada Kaltim Post, Rabu (3/1/2024).

Gas langka dan mahal terjadi tidak hanya di Berau saja tapi juga di PPU dan beberapa daerah Kaltim lainnya. Penimbunan menjadi alasan kelangkaan dan termasuk keterlambatan pengantaran distribusi. Padahal kalau dikritisi lebih tajam penyebabnya karena regulasi dari pemerintah dan pengurangan kuota untuk mengurangi subsidi. Gas merupakan hajat hidup primer yang seharusnya wajid disediakan oleh negara tanpa terkecuali.

Beragam kebijakan yang ditempuh penguasa, seolah tidak mampu menyolusi. Bahkan terlihat banyak peluang terjadinya kecurangan. Tata kelola hukum dan sanksi yang bisa “dipermainkan”, menjadi dalih bagi sebagian orang terus melakukan kecurangan itu. Jadilah segala hal bisa dijadikan obyek agar mendapatkan keuntungan, termasuk gas melon ini.

Selain itu paradigma negara dalam mengurusi urusan rakyat berasaskan sekuler kapitalis. Asas ini menegasikan pengurusan rakyat secara adil. Penguasa terkesan setengah hati dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Negara seolah hanya sebagai regulator, menjembatani kepentingan para pemilik modal (kapitalis).

Padahal, potensi sumber daya alam Indonesia begitu berlimpah. Realitas hari ini menunjukkan minimnya peran negara dalam menjamin kebutuhan asasi rakyat. Hal ini disebabkan sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini. Sistem yang berasaskan sekularis kapitalistik, meniscayakan semua hal tersebut berlaku.

Jika kita mau belajar dari sejarah peradaban Islam 1400 tahun yang lampau telah memberi teladan luar biasa. Sekitar 13 abad lamanya, rakyat hidup dalam kesejahteraan tanpa batas dan tanpa diskriminasi. Seluruh rakyat dijamin kebutuhan pokok individu dan publik secara layak. Tak mengenal kaya, miskin, laki-laki, perempuan, kulit hitam atau putih, semua mendapatkan hak yang sama. Inilah indahnya dan istimewanya islam ketika diadopsi oleh negara sebagai sebuah sistem.

Islam menjamin kebutuhan pokok individu (pangan, sandang, dan papan) diatur oleh syariat dan dilaksanakan oleh penguasa/pemimpin. Hukumnya adalah wajib, sehingga konsekuensinya adalah dosa ketika ditinggalkan atau penguasa abai.

Terkait energi termasuk gas dalam pandangan islam termasuk kepemilikan umum. Di mana negara wajib mengelolanya, haram diberikan kepada swasta, baik lokal maupun asing. Negara hadir mengelola sumber energi secara mandiri dan independen. Memastikan seluruh rakyat mendapatkan haknya, termasuk harga yang murah bahkan gratis. Menjamin ketersediaannya, mulai dari produksi hingga ke konsumen. Mengawasi distribusinya agar tepat sasaran dan menihilkan terjadinya kecurangan. Pun sanksi yang tegas akan diberikan kepada pelaku kecurangan.

Inilah kunci keberhasilan sistem islam dalam mengurusi kebutuhan pokok rakyatnya. Sistem yang berasal dari Dzat yang menciptakan manusia dan seluruh isi semesta, Allah SWT. Sistem yang diadopsi oleh negara sebagai sebuah aturan dalam mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk tata kelola energi. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad, yaitu: “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yakni air, padang rumput (hutan, dan api (energi).”
 

Wallahualam bis Showab.

Iklan