counter create hit Pesan Kuat Atau Pepesan Kosong?

Iklan

Iklan

,

Iklan

Pesan Kuat Atau Pepesan Kosong?

Administrator
28 Nov 2023, 20:03 WIB Last Updated 2023-11-28T13:05:40Z


Pesan Kuat Atau Pepesan Kosong?

Oleh : Ari Nurainun, SE
(Founder Institut Muslimah Tangguh)


Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang dilaksanakan di Riyadh, Arab Saudi telah menghasilkan pesan yang kuat untuk dunia terkait masalah di Palestina. Dalam Forum itu , Jokowi juga mengungkapkan bahwa dunia seolah tidak berdaya menyaksikan penderitaan rakyat Palestina. Sehingga Ia mengajak negara anggota OKI untuk bersatu dan berada di barisan terdepan memperjuangkan keadilan bagi rakyat Palestina.


Sementara itu Dewan Keamanan PBB untuk kelima kalinya mencoba memutuskan resolusi soal perang Israel-Hamas. Draf yang saat ini sedang dinegosiasikan menuntut "jeda kemanusiaan yang diperpanjang segera" di seluruh Gaza untuk memberi bantuan yang sangat dibutuhkan warga sipil.Draf tersebut juga akan menuntut agar "semua pihak" mematuhi hukum kemanusiaan internasional yang mewajibkan perlindungan bagi warga sipil, menyerukan perlindungan khusus untuk anak-anak, dan melarang penyanderaan.


Pepesan Kosong


Sejak Perangkat Israel-Hamas terjadi, Lima belas anggota dewan keamanan PBB yang bertanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional, telah lumpuh. Disinyalir hal ini dipicu perbedaan internal yang muncul karena perbedaan kepentingan. China dan Rusia menginginkan gencatan senjata segera, sementara Amerika Serikat, sekutu terdekat Israel, meminta jeda kemanusiaan tetapi menentang setiap penyebutan gencatan senjata.


Bahkan, dalam empat upaya sebelumnya, resolusi yang disusun oleh Brasil mendapat veto Amerika Serikat, resolusi yang disusun oleh AS mendapat veto Rusia dan China, dan dua resolusi yang disusun Rusia gagal mendapatkan setidaknya sembilan suara "ya" yang diperlukan untuk diadopsi. Hal ini semakin menunjukkan PBB tersandera oleh kepentingan negara-negara besar.


Sebelumnya, puluhan resolusi juga sudah dikeluarkan tentang Palestina, namun tak satu pun yang mempan. Termasuk resolusi untuk menghentikan agresi Zionis setelah 7 Oktober lalu. Maka wajar jika Zionis Yahudi kian menjadi-jadi. Kejahatannya pun semakin merajalela melebihi kasus-kasus sebelumnya.


Seperti serangan pasukan Israel pada hari Rabu (15/11) kemarin. Pasukan Israel menyerbu Rumah Sakit Al-Shifa yang merupakan rumah sakit terbesar di Gaza. Operasi miluter yang dilakukan pada waktu dini hari kemarin mengkla bahwa kelompok Hamas memiliki pusat komando di bawah tanah rumah sakit itu. Klaim ini telah dibantah Hamas. Dalam penyerbuannya, pasukan Israel dilaporkan menggeledah area ruang bawah tanah atau basemen RS Al-Shifa. Seperti dilansir Al Jazeera, Rabu (15/11/2023).


Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Gaza, Dr Munir al-Bursh, melaporkan bahwa pasukan Israel juga masuk ke dalam gedung yang menjadi lokasi ruang bedah dan ruang gawat darurat yang ada di dalam kompleks rumah sakit terbesar di Jalur Gaza tersebut. Masih menurut laporan Dr al-Bursh, beberapa orang yang ada di dalam rumah sakit itu ditembaki, saat hendak keluar dari koridor rumah sakit yang sebelumnya dinyatakan aman untuk keluar.


Ironisnya, semua kecaman terhadap agresor dan dukungan terhadap Palestina justru berawal dari masyarakat, bukan dari para penguasa Arab-Islam. Begitu juga seruan boikot dan penggalangan bantuan kemanusiaan. Semua datang dari rakyat. Bahkan bantuan militer pun datang dari milisi-milisi bersenjata di bawah kelompok-kelompok underground, bukan dari kekuatan negara yang katanya pro kemerdekaan Palestina dan antipenjajahan.


Maka sangatlah pantas jika kita mengatakan berbagai kecaman dari pemimpin negara , pesan kuat yang dihasilkan dari KTT Luar Biasa OKI dan resolusi PBB hanyalah pepesan kosong.


Janji diatas Ingkar


Secara historis, tanah Palestina adalah tanah wakaf yang dikukuhkan melalui perjanjian Umariyah pada 637 M. Tanah ini dibebaskan oleh pasukan Khilafah di masa Khalifah Umar bin Khattab dari kekuasaan Bizantium yang terkenal zalim. Kemudian Kepala Uskup (Patriach) bernama Sophronius secara langsung menyerahkan kunci gerbang Al-Quds kepada Khalifah Umar sebagai tanda ketundukan.


Sejak saat itu, tanah Palestina  terus dipertahankan melalui perang demi perang, termasuk Perang Salib yang berlangsung selama 200 tahunan. Hingga di ujung peperangan, Sultan Shalahuddin al-Ayyubi akhirnya bisa memenangkan peperangan. Beliaulah yang berhasil mengembalikan Palestina ke pangkuan umat Islam dan menjaga perjanjian Umar.


Karena itu jika para penguasa Arab-Islam menerima solusi pendirian dua negara (two-state sollution) sejatinya mereka sedang mengkhianati umat Islam. Hal ini karena tidak ada satu pun dokumen yang menunjukkan bahwa perjanjian tersebut telah dibatalkan. Bahkan, hingga hari ini, para pendeta Kristen dan rahib Yahudi Ortodoks di Palestina masih memegang teguh perjanjian dan sama-sama menjadi korban pembantaian.


Hingga apa yang terjadi hari ini adalah bukti nyata bahwa penguasa negara-negara Arab dan Islam tidak berperan sebagai pelindung dan penjaga. Karena sebagian penguasa Arab-Islam sudah terbelenggu—baik tangan, kaki, dan mulutnya. Hal ini tak lain karena mereka memperoleh kekuasaan dari negara-negara Barat. Hingga dibutakan mata dan ditulikan telinganya dari fakta penderitaan kaum muslimin Palestina. Hingga mereka pun rela melakukan normalisasi hubungan dengan zionis yahudi. Ini ibarat berjabat tangan dengan pembunuh yang bahkan di tangannya masih berlumuran darah saudaranya. Semua ini mereka lakukan atas arahan para kafir penjajah.  Mereka pun secara nyata mendukung pembantaian di Gaza dan Palestina, ketika mereka  mengizinkan tanah dan lautnya jadi pangkalan militer Amerika. Padahal dari sanalah bantuan penuh militer dan ekonomi Amerika disalurkan kepada Zionis demi menyukseskan proyek genosida warga Palestina di Gaza.


Sementara itu di pihak lain, mereka menutup pintu akses bantuan kepada warga Palestina khususnya Gaza, dengan dalih untuk melindungi negara dan bangsanya dari dampak perang di sana.


Pelajaran Berharga bagi Umat


Sesungguhnya apa yang terjadi di Palestina dan respons pemimpin-pemimpin dunia Islam adalah pelajaran berharga bagi umat uslam bahwa kepemimpinan yang tidak berasaskan akidah Islam hanya akan membuka banyak mudarat, bahkan membuka jalan penjajahan. Fakta hari ini menunjukan mereka lebih takut kehilangan kekuasaan dan dukungan negara besar, daripada serius menghancurkan kezaliman.


Berbeda halnya dengan sistem kepemimpinan Islam (Khilafah) yang tegak di atas ideologi Islam. Khilafah  akan menyatukan seluruh potensi dan kekuatan umat di bawah satu bendera. Khilafah juga akan menjalankan fungsi mengurus dan menjaga. Ketika ada kezaliman yang menimpa sekelompok umat di wilayah lain, Khilafah, rakyat, dan tentaranya akan menjadi yang terdepan dalam membela hak-hak umat yang terdzalimi.


Allah dan Rasul-Nya telah mengabarkan kembalinya Khilafah Rasyidah yang kedua. Khilafah inilah yang dijanjikan akan membebaskan Palestina dan mengalahkan Yahudi sehina-hinanya.


Hanya saja, kita semua harus berjuang untuk mewujudkannya, yakni dengan mendakwahkan Islam ideologis di tengah umat hingga muncul kesadaran akan kewajiban dan urgensi hidup dalam naungannya


Wallahu'alam bi showab

Iklan