counter create hit Larangan Jualan Di Tik-Tok, Efektifkah Pemerataan Ekonomi?

Iklan

Iklan

,

Iklan

Larangan Jualan Di Tik-Tok, Efektifkah Pemerataan Ekonomi?

Administrator
26 Sep 2023, 14:46 WIB Last Updated 2023-09-26T07:46:02Z


Larangan Jualan Di Tik-Tok, Efektifkah Pemerataan Ekonomi?
Oleh: Lisa Oka Rina
Pemerhati Kebijakan Publik


TikTok dan Shopee memperebutkan potensi pasar shoppertainment termasuk live streaming di Indonesia US$ 27 miliar atau sekitar Rp 405 triliun pada 2025. Keduanya juga gencar memberikan diskon atau ‘bakar uang’. Shopee gencar memberikan promosi selama periode kampanye 7.7. Bahkan rutin menyediakan diskon 50% hingga Rp 30.000 untuk pembelian barang di Shopee Live mulai pukul 20.00 WIB.  “Kategori fashion dan beauty menjadi yang terfavorit dan paling banyak dicari dengan peningkatan transaksi melalui Shopee Live yang signifikan,” kata Monica.

Head of Global Business Solutions, Asia Pacific, Middle East, Africa & Central Asia TikTok Shant Oknayan mengatakan, potensi bisnis belanja shoppertainment termasuk live streaming  di Indonesia US$ 27 miliar atau sekitar Rp 405 triliun pada 2025. Di Asia Pasifik, nilainya bisa mencapai US$ 1 triliun.

Data tersebut berdasarkan studi TikTok dan Boston Consulting Group (BCG) yang bertajuk ‘Shoppertainment: APAC's Trillion-Dollar Opportunity’ di seluruh pasar Asia Pasifik, termasuk Indonesia, Thailand, Vietnam, Australia, Korea Selatan, dan Jepang.
TikTok diperkirakan menggelontorkan insentif seperti untuk diskon, US$ 600 juta – US$ 800 juta (Rp 9 triliun - Rp 12 triliun) per tahun. Perusahaan Cina ini menargetkan menjadi yang terdepan di Indonesia, bersaing dengan Shopee, Lazada hingga Tokopedia.
Jonathan Woo memperkirakan insentif yang disiapkan TikTok US$ 600 juta - US$ 800 juta per tahun atau sekitar 6% - 8% dari target nilai transaksi bruto alias gross merchandise value (GMV) US$ 10 miliar tahun ini.

Pertarungan kedua pihak ini sejatinya menunjukkan dengan jelas, perusahaan raksasa dunia, saling bersaing untuk meraih keuntungan besar dari negara-negara yang berada di kawasan Asia-Pasifik. Ketika sudah bisa meraih keuntungan tadi, maka kembali kepada pemilik modal (kapital) keuntungan tersebut yang hanya dikuasai segelintir/kelompok tertentu.

Hal ini juga memperjelas, kedudukan negara-negara maju adalah terus menerus mencari wilayah yang menjadi target pasar barang produksi mereka, dan mempertahankan pasar yang sudah mereka kuasai, ke negara-negara berkembang di belahan benua asia-pasifik.
Sejatinya, perdagangan bebas/globalisasi yang di elu-elukan selama ini, nyatanya tidak akan menghasilkan keseimbangan pasar/keseimbangan ekonomi dunia. Yang terjadi adalah negara-negara maju semakin kuat ekonominya dan negara lain harus bersiap menerima kenyataan pahit ekonominya semakin tertindas.

Keadaan ini adalah buah pahit dari hidup kapitalistik yang diemban dan dipaksakan ke seluruh dunia, oleh negara adidaya saat ini, dengan prinsip membuang jauh peran dan nilai ruhiyah/agama dalam perbuatan manusia dikehidupannya, serta menjadikan standar materialistik sebagai acuan baku kebahagiaan dan puncak keberhasilan.

Dan prinsip itu diambil dan diamalkan tidak terkecuali di negeri ini, meskipun mayoritas penduduknya adalah muslim beragama islam. Dan konsekuensi seorang muslim adalah turut menyertakan aturan Allah dalam tindak tanduknya. Seperti ketika mendidik anak, bertransaksi jual beli, mengatur politik dalam negri, kesehatan, keamanan dan lainnya.

Prinsip politik perdagangan luar negeri berbasis islam, menekankan kepada negara untuk menjadikan ideologi islam sebagai pijakan utamanya. Negara tidak diperkenankan mencukupkan diri hanya untuk meraih keuntungan devisa dalam transaksi perdagangan internasional. Namun ada hal lain yang harus jadi perhatian negara semisal untuk kepentingan dalam negri, termasuk kepentingan mengemban dakwah islam ke seluruh dunia.
Memenuhi kebutuhan masyarakat melalui import, tidak terlarang. Namun masalah utama distribusi barang/kebutuhan-kebutuhan kepada rakyat, masih terabaikan. Hal ini terlihat nyata ketika para pelaku UMKM yang juga harus berjuang memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan bahkan keamanan secara mandiri.

Kemajuan ilmu teknologi, yang termasuk dalam madaniyah/produk fisik dalam peradaban manusia, sejatinya memudahkan dan membantu manusia dalam kehidupannya. Sehingga media sosial akan berfungsi sebagaimana mestinya karena peran negara sebagai pihak pengontrol dan pengelola media sosial.

Negara juga akan memainkan perannya ketika terjadi Ghabn, yakni menjual/ membeli sesuatu dengan harga yang lebih tinggi dari harga rata-rata, atau dengan harga yang lebih rendah dari harga rata-rata seperti yang dilakukan salah satu media sosial belakangan ini.
Trik yang keji (al-ghabn al-fahisy) secara syar'i hukumnya memang haram. Sebab, keharamannya telah ditetapkan berdasarkan hadits yang sahih, yang mengandung tuntutan yang tegas untuk meninggalkannya.

Imam al-Bukhari menuturkan hadits dari Abdullah bin Umar ra  bahwa pernah ada seorang laki-laki mengatakan kepada Nabi SAW bahwa dia telah melakukan trik dalam jual-bwli. Beliau bersabda: "Apabila kamu menjual maka katakanlah, "Tidak ada khilabah" (HR. Al-Bukhari). Khilabah-dengan di-kasrah-kan huruf kha'-nya-bermakna khadi'ah (penipuan).
Penyelesaian ghabn akan diserahkan kepada qadhi muhtasib sesuai dengan aturan syariat islam. Dan akan dijatuhkan sanki berdasarkan ijtihad qadhi, semisal sanksi ta'zir.

Negara yang optimal dan serius menjalankan perannya itu, didorong semata karena menyadari hal itu adalah bagian dari menunaikan perintah Allah SWT, dan akan diminta pertanggungjawaban di sisi Allah kelak di hari penghisaban.

Wallahu'alam bisshowwab

Iklan