Menyikapi Pujian Sewajarnya
Oleh : Newisha Alifa
Memuji dan dipuji adalah bagian dari pernak-pernik kehidupan. Ketika kita merasa takjub
dengan kelebihan atau suatu anugrah yang Allah berikan pada orang lain, sebagai manusia
normal, sontak kita pun akan memujinya. “Wah … kamu hebat ya!” atau, “Masya Allah!
Kamu memang bisa diandalkan!” dan berbagai jenis pujian lainnya.
Orang yang anti sekali memuji orang lain, patut dipertanyakan tuh kondisi hatinya. Jangan-
jangan perasaan congkak sudah terlanjur berkarat dalam hati, hingga sulit mengakui
kelebihan atau kehebatan orang lain. Semoga kita tidak termasuk yang demikian.
Islam sebagai satu-satunya agama yang mengatur segala urusan pemeluknya dengan
paripurna, tentunya juga menyoroti perihal yang satu ini.
Dari Abu Musa Al-Asy’ari RA, dia berkata: Nabi Muhammad SAW mendengar seseorang
memuji temannya secara berlebihan. maka beliau bersabda,
لَقَدْ أَهْلَكْتُمْ – أَوْ قَطَعْتُمْ ظَهْرَ – الرَّجُلِ
“Sungguh kamu telah mencelakakan – atau mematahkan punggung – laki-laki itu.” (HR.
Muslim No. 3001)
Dari Miqdad bin Al-Aswad RA, dia berkata,
أَمَرَنَا رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَحْثُوَ فِي وُجُوْهِ الْمَدَّاحِيْنَ التُّرَابَ
“Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang
berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim No. 3002)
Berdasarkan dua hadist di atas, tentu kita perlu menggarisbawahi kata berlebihan. Dan seperti
yang kita ketahui bersama, bahwa —hampir— segala sesuatu di dunia ini jika dilakukan
secara berlebihan, yang ada justru menimbulkan sebuah keburukan. Itu pula yang terjadi
ketika kita berlebihan dalam memuji seseorang.
Di antara hikmah di balik larangan memuji orang lain secara berlebihan adalah:
1. Bisa menimbulkan perasaan ujub terhadap orang tersebut
Tidak sedikit orang yang tadinya biasa saja, bahkan cenderung rendah hati, karena
terlalu sering mendapatkan pujian dari orang-orang sekitarnya, lama-kelamaan dia
pun berubah congkak; mulai haus akan pujian, mulai gila hormat dan sebagainya.
Ketika suatu saat dia merasa telah melakukan hal yang hebat dan orang lain
menanggapinya biasa saja, minimal akan ada perasaan kecewa dalam dirinya.
“Kenapa ya? Kok nggak ada yang memujiku?”
2. Bisa membangkitkan perasaan iri dari orang lain yang tidak menyukai orang
yang kita puji
Rasanya mustahil jika dalam hidup, kita ini nggak punya hater sama sekali. Setiap
orang, nggak perlu jadi selebriti untuk memiliki haters. Bahkan sebaik-baiknya
tauladan di muka bumi; Rasulullah SAW saja begitu banyak yang membenci, bahkan
ingin membunuh beliau.
Tanpa disadari, pujian kita—apalagi jika sudah berlebihan—bisa membangkitkan
perasaan iri dari si pendengki terhadap orang tersebut. Bahkan mungkin menambah
kekesalan mereka yang berkabut hatinya untuk semakin kesal dan benci kepada orang
yang kita puji.
Bagaimana jika kita dipuji orang lain?
Di atas sudah dijelaskan, di antara hikmah larangan memuji orang lain secara
berlebihan adalah dapat membuat orang yang dipuji menjadi ujub atau berbangga diri. Maka
jika suatu saat pujian itu datang kepada kita, sikapilah dengan wajar dan mulailah dengan
melakukan dua hal ini :
1. Ucapkan, “Alhamdulillah”
Karena toh sejatinya segala puji itu memang hanya untuk Allah. Adapun kelebihan,
kebaikan dan kehebatan yang ada pada diri kita sekarang, semuanya juga terjadi atas
izin Allah. Apa pun bentuknya; fisik yang rupawan, otak yang brilian, harta yang
berlimpah, semuanya cuma titipan yang sewaktu-waktu jika mau diambil, yaa … kita
nggak bisa apa-apa. Lantas sejatinya, apa yang mau kita banggakan?
2. Perbanyak Istighfar dan Mengingat Aib Serta Kekurangan Diri
Adalah salah satu quote favorit yang belum saya ketahui—dengan pasti—siapa
pencetusnya, “Kita dipandang baik, kadangkala bukanlah karena benar-benar baik.
Tapi karena Allah menutup aib yang ada pada diri kita. Barangkali kalau aib kita
dibuka dan didedahkan, tidak ada satu kebaikan apa pun pada diri kita di mata
manusia.”
Dengan mengingat kekurangan dan aib diri sendiri, setidaknya akan menekan
perasaan ujub, bahkan takabur yang hendak tumbuh berkembang ketika orang lain
sedang memuji kita.
Pujian jika diberikan dan diterima dengan sewajarnya, maka akan baik pula akibatnya.
Karena tidak bisa dipungkiri, berawal dari pujian, bisa jadi pembangkit semangat orang lain
untuk melakukan suatu kebaikan atau pencapaian yang lebih dalam hidup orang tersebut di
ke depannya.
Terkadang, pujian adalah salah satu bentuk apresiasi terhadap hasil kerja keras seseorang.
Misalnya, pujian orang tua terhadap pencapaian prestasi anaknya di sekolah atau pujian dari
seorang atasan kepada anak buahnya yang bekerja dengan baik, tentunya akan men-charge
semangat si anak atau si bawahan untuk bisa menghasilkan sesuatu yang lebih baik lagi di
kemudian hari.
Ingat! Yang nggak boleh itu kalau kita sampai berlebihan! Jadi, memuji dan sikapilah pujian
itu dengan sewajarnya saja, untuk menghindarkan diri dari berbagai penyakit hati yang
sangat mungkin muncul karenanya.
Wallahu A’lam bisshowab.
Bekasi, 12 Ramadan 1437H