counter create hit KETIKA PELANGI DIJADIKAN SIMBOL KEDURHAKAAN

Iklan

Iklan

,

Iklan

KETIKA PELANGI DIJADIKAN SIMBOL KEDURHAKAAN

Faizal Angga Felani
23 Jul 2023, 22:44 WIB Last Updated 2023-07-23T15:44:42Z
Artikel


KETIKA PELANGI DIJADIKAN SIMBOL KEDURHAKAAN

Oleh : Newisha Alifa


Dulu, apa yang pertama kali kita fikirkan ketika pertama kali mendengar kata ‘pelangi’? Sesuatu yang indah, penuh warna. Ciptaan Allah yang hanya muncul setelah hujan berhenti itu sering dijadikan analogi sebagai bentuk kebahagiaan, usai masalah atau kesedihan menerpa hidup seseorang.


Pelangi selalu memiliki makna yang indah dan membahagiakan. Karena pelangi terdiri dari beranekaragam warna, maka ia dijadikan suatu simbol bahwa sebenarnya perbedaan juga bisa menghasilkan sesuatu yang indah dan membahagiakan. Namun sungguh sangat disayangkan, kini pelangi sudah menjadi kata yang terkena peyorasi, yakni pengubahan makna kata menjadi sesuatu yang cenderung negatif.


 Ya, karena saat ini  pelangi telah menjadi simbol perilaku menyimpang dan perbuatan yang dilaknat oleh Allah, yakni LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).


Pertama kali bendera pelangi ini dirancang oleh seorang seniman asal San Fransisco bernama Gilbert Baker pada tahun 1978. Ide tersebut muncul ketika seorang gay bernama Harvey Milk meminta Baker membuat bendera sebagai bentuk dukungan untuk para gay dalam parade kota. Seniman yang juga mahir dalam menjahit itu pun akhirnya membuatkan bendera tersebut dibantu 30 orang untuk mewarnai dan menjahit bersama. Warna pelangi dianggap sebagai pilihan yang tepat untuk menggambarkan kemagisan alam dan keindahan. 


Dan yang mengerikan adalah pada tahun 1986, bendera tersebut telah diresmikan oleh Asosiasi Bendera Internasional sebagai simbol kaum LGBT. Naudzubillahimindzalik! (republika.co.id).


 “Kami membutuhkan sesuatu yang menyatakan kita. Pelangi benar-benar cocok itu, dalam hal : kita semua warna, semua jenis kelamin dan semua ras,” katanya seperti yang dilansir oleh Time (29-6-2015).

#


BAGIAN DARI GHAZWUL FIKRI

Tak bisa ditampik lagi, hal ini adalah bagian dari Ghazwul Fikri atau perang pemikiran yang tengah digencarkan oleh orang-orang yang ingin menghancurkan Islam. Manusia di seluruh muka bumi sedang digiring pemikirannya untuk menerima salah satu bentuk kedurhakaan kepada Allah yakni perilaku seks menyimpang. Padahal, hal tersebut mutlak menjadi sesuatu yang diharamkan dalam Islam. 


Dalam kitab suci Al-Qur’an sendiri berulang kali dikisahkan, bahwa Allah melaknat kaum Sodom yang melakukan perilaku homoseksual pada zaman Nabi Luth AS, hingga pada akhirnya mereka pun diazab dengan hujan batu. (QS Al-Furqon : 40 dan  Asy-Syu’ara’ : 173)


Dalam diskusi pada program ILC (Indonesian Lawyer Club) di salah satu stasiun TV swasta pada Selasa, 16 Pebruari 2016 lalu, Ketua Ikatan Persaudaraan Imam Masjid Seluruh Indonesia, KH. Ali Mustofa Yakub menyatakan bahwa mencuatnya isu LGBT di Indonesia akhir-akhir ini diyakini sebagai bagian dari usaha oknum-oknum tertentu untuk mengacak-ngacak Indonesia. Beliau merasakan bahwa belakangan ini ada hal-hal yang sengaja ‘diimpor’ oleh pihak-pihak tertentu. Di antara serangan yang beliau maksud adalah, penyalahgunaan narkoba yang semakin merajalela, diciptakannya konflik, terorisme dan kini isu LGBT yang menjadi marak dibicarakan.


BAGAIMANA CARA MENGHADAPI MEREKA?

Sebagai seorang muslim yang tengah berusaha untuk taat pada segala ketetapan Allah, kiranya kita harus tetap mempertahankan prinsip untuk MENOLAK EKSISTENSI mereka. Jika saat ini begitu banyak pihak yang sedang berusaha untuk membela kepentingan pelaku LGBT atas nama hak asasi manusia,  tentu kita tak bisa tinggal diam atau bersikap tak peduli dengan sesuatu yang terkesan sepele, padahal sedang mengancam keberlangsungan hidup seluruh umat manusia di jagat raya!


Bullying yang kerap ditujukan mereka, kini dianggap sebagai sesuatu yang harus dihindari. Pelan tapi pasti, masyarakat seolah dipaksa untuk menerima, menganggap wajar, sama seperti alasan dasar mereka memilih ‘pelangi’ sebagai simbol identitas kaum LGBT. Percayalah saudara-saudariku, jika ini dibiarkan terus menerus maka bukannya mustahil dalam waktu dekat, Indonesia akan melegalkan pernikahan sejenis seperti apa yang sudah terjadi di Amerika Serikat tahun lalu. Tak hanya itu, boleh jadi sebentar lagi kolom jenis kelamin pada KTP kita akan bertambah tak hanya laki-laki dan perempuan. Apakah itu yang kita inginkan??


Saya menghimbau kepada para pembaca untuk dengan tegas menolak perilaku menyimpang mereka. Tunjukkan sikap tidak setuju atas pilihan hidup mereka, TETAPI DENGAN CARA YANG SANTUN, bukan mengejek. Saya sendiri pernah sekantor dengan seorang perempuan yang memiliki gejala penyuka sesama jenis. Bahkan di satu kesempatan, dia sempat bercanda hampir memeluk saya! Refleks, saya pelintir saja tangannya hingga dia tak bisa berkutik. Saya juga berseru, “Saya nggak suka Mba bercanda kaya barusan!” Sejak saat itu, perempuan berambut trondol itu pun tak pernah lagi menganggu saya.


Hal lain yang sering luput dalam sikap kita terhadap orang-orang yang memiliki gejala agak melambai, tomboy, bahkan sudah mengarah pada menyukai sesama jenis adalah kerap kali kita justru seolah ‘menantang’nya untuk menunjukkan kepribadian menyimpangnya tersebut. Tak jarang, jika di suatu lingkungan terdapat pria kemayu, ketika dia sedang berdekatan dengan pria normal, maka yang lainnya justru berujar, “Ciee … cieeee …”. Seakan-akan mendukung hubungan terlarang tersebut. Jangan begitu! Itu bisa membuat mereka semakin besar kepala!


Jika merasa mampu dan cukup akrab dengan si penderita, hendaknya kita dekati dia baik-baik. Bimbing dia untuk kembali ke jalan yang benar. Tak jarang, ada saja dari mereka yang sebenarnya ingin sembuh, namun tidak ada pihak yang mau membantu dan justru mengejek atau menjauh. Saya pernah mempunyai teman laki-laki yang suka dengan sahabat prianya sendiri, bahkan untuk membuktikan orientasi seksualnya bermasalah atau tidak, dia sampai menyewa seorang PSK. Innalillah!


Mari bersama-sama kita kembalikan makna pelangi sebagai salah satu ciptaan Allah yang indah, bukan sebagai simbol kedurhakaan menantang murka Allah!


Cikarang, 18 Pebruari 2016

Iklan