counter create hit BUKAN SEMBARANG INSYA ALLAH

Iklan

Iklan

,

Iklan

BUKAN SEMBARANG INSYA ALLAH

Faizal Angga Felani
18 Jul 2023, 07:12 WIB Last Updated 2023-07-18T00:12:15Z
MUHASABAH


BUKAN SEMBARANG INSYA ALLAH

Oleh : Newisha Alifa


Ucapan ‘Insya Allah’ bukanlah hal yang baru lagi dalam kehidupan kita sehari-hari. Jika

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, 


Insya Allah berarti : Jika Allah Menghendaki. 


Dalam beberapa kitab Al-Qur’an yang disertai terjemahnya, terdapat riwayat atau asbabun nuzul untuk

QS. Al-Kahfi ayat 23 & 24 adalah; Beberapa orang Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad

SAW tentang ruh, para pemuda Ashhabul Kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulkarnain, lalu

beliau (Nabi Muhammad Saw) menjawab, 


“Datanglah besok pagi kepadaku, akan kuceritakan,” tanpa mengucapkan ‘Insya Allah’. 


Namun kiranya sampai besok hari wahyu (yang dijadikan

dasar untuk menjawab pertanyaan orang Quraisy) belum datang, sehingga Nabi Muhammad

SAW tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut. Maka turunlah ayat 23 & 24 pada surat Al-

Kahfi, sebagai pelajaran untuk beliau, agar hendaknya mengucapkan ‘Insya Allah’ ketika

hendak berjanji untuk melakukan sesuatu di kemudian hari.


Allah SWT berfirman, yang artinya, “Dan janganlah sekali-kali engkau mengatakan

terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi, kecuali dengan mengatakan, ‘Insya

Allah’. Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa, dan katakanlah, “Mudah-mudahan

Tuhanku akan memberi petunjuk kepadaku agar aku lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.”

(QS. Al-Kahfi : 23 & 24)


Hal yang hampir serupa juga pernah dialami oleh Nabi Sulaiman as, sebagaimana

diceritakan dalam sebuah hadits, 


“Sulaiman bin Dawud alaihimassalaam berkata: Sungguh aku

akan berkeliling (menggilir) seratus istriku malam ini, sehingga tiap wanita akan melahirkan

anak yang akan berjihad di jalan Allah. Kemudian satu Malaikat mengucapkan kepada beliau:

“Ucapkan Insya Allah”. 


Tetapi Nabi Sulaiman tidak mengucapkan dan lupa. Kemudian beliau

berkeliling pada istri-istrinya. Hasil selanjutnya, tidak ada (istri-istrinya) yang melahirkan anak

kecuali satu orang wanita yang melahirkan setengah manusia. 


Nabi Muhammad SAW

bersabda: ‘Kalau Nabi Sulaiman mengucapkan Insya Allah, niscaya beliau tidak melanggar

sumpahnya, dan lebih diharapkan hajatnya terpenuhi’.” (H.R Al-Bukhari dan Muslim dari Abu

Hurairah, lafadz hadits sesuai riwayat Al-Bukhari).


Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Hadits di atas, bisa kita simpulkan, bahwa kita

dianjurkan mengucapkan ‘Insya Allah’ ketika hendak berjanji terhaap orang lain untuk

melakukan sesuatu. Melafazkan ‘Insya Allah’ adalah salah satu bentuk sederhana kita dalam

memasrahkan segala yang akan terjadi pada Allah semata. Menyadari, bahwasanya manusia

hanya bisa berencana, namun pada akhirnya ketetapan Allah-lah yang akan terlaksana.

Sedangkan ucapan insya Allah dapat memudahkan terpenuhinya hajat seseorang.


Demikianlah, dengan mengucapkan ‘Insya Allah’ seyogyanya kita selalu sadar, bahwa

tak ada yang pasti dalam hidup ini kecuali ketidakpastian itu sendiri. Bahkan sekalipun, sesuatu

itu sudah nampak begitu pasti akan terjadi nanti, besok, minggu depan, atau di waktu-waktu

tertentu yang sudah kita tetapkan dalam sebuah rencana.


Ada Yang Luput dari Pengucapan Insya Allah …

Belakangan ini, kebiasaan memulai suatu janji atau rencana dengan ‘Insya Allah’,

bahkan tidak hanya digunakan oleh umat Islam saja. Selain ‘Alhamdulillah’ dan ‘Astaghfirullah’,

orang-orang di luar Islam, juga kerap kali dengan spontan mengucapkan ‘Insya Allah’ dalam

obrolan sehari-hari mereka. Biasanya sih, karena mereka tahu bahwa lawan bicaranya

beragama Islam.


Hanya saja yang disayangkan adalah, masih banyak umat Islam yang belum

mengetahui, bahwa penggunaan ‘Insya Allah’ itu bukan sekadar ucapan basa-basi, tetapi justru

bagian dari sebuah janji! Dan ingat! Janji adalah hutang, Saudara-saudari!


Bukankah sebagai manusia kita diberikan akal untuk memprediksi apa yang akan

terjadi? Biasanya kita sudah punya rencana nih, apa yang mau dilakukan esok hari, bahkan

hingga berbulan-bulan ke depan. Jikalau secara garis besar kita sudah tahu bahwa kita tidak

akan sanggup untuk memenuhi suatu kesepakatan, masih bolehkah kita menyertakan ‘Insya

Allah’ dalam percakapan kita pada seseorang? Tentu saja boleh, namun ingat… Insya Allah

adalah bagian dari janji yang seharusnya tidak kita sepelekan.


Kalau sudah tahu dan dalam keadaan ingat, besok ada rencana mau menghadiri

undangan pernikahan teman misalnya, tiba-tiba saja ada yang mengajak kita untuk ikut serta

dalam suatu kegiatan. Lebih baik mana, mengucapkan ‘Insya Allah’ akan hadir, atau dengan

tegas mengucapkan, “Maaf, saya sudah ada rencana besok.”?


Karena mengucapkan ‘Insya Allah’ adalah bagian dari janji, kiranya jangan

sembarangan kita menggunakannya untuk memberi harapan kepada orang lain. Tidak jarang,

kita menyepelekan dan menganggap hal tersebut adalah bagian dari basa-basi. Niat untuk

memenuhi acaranya pun sebenarnya tidak pernah ada, hanya saja merasa tak enak jika harus

terang-terangan mengucap, “Maaf, saya nggak bisa ikutan.” Padahal lebih baik kita jujur, bisa

atau tidak, supaya orang tersebut bisa mengambil alternatif lainnya usai mendapatkan jawaban

dari kita.


LANTAS KAPAN SEBAIKNYA ‘INSYA ALLAH’ DIUCAPKAN?

Ucapkanlah ketika kita yakin, 99% sanggup memenuhi janji tersebut! Yakin, bahwa kita

mampu untuk ada dalam kondisi yang sudah disepakati bersama. Namun, ingat! Masih ada

persentase 1% yang kelihatannya kecil, tetapi punya big power, apa itu? Yaa tadi itu … IZIN

ATAU KEHENDAK ALLAH.


Misalnya nih, kita sudah yakin banget nanti sore akan ke toko buku bersama teman.

Merasa sangat ready and free, untuk bisa memenuhi kesepakatan tersebut. Ucapkanlah Insya

Allah, karena boleh jadi menjelang waktu yang sudah ditetapkan, hujan turun dan menyulitkan

kita untuk berangkat. Atau tetiba ada keperluan lain yang begitu mendesak dan memaksa kita

untuk membatalkan janji tersebut. Nah! Di sinilah, ‘Insya Allah’ yang kita ucapkan di awal,

BERFUNGSI! Atau MEMAINKAN PERANANNYA! Sudah pahamkah?


“Eh, Bro … Kamu sanggup nggak makan mi rebus pake cabe rawit sepuluh?” Kalo dari

awal, kita nggak doyan pedas, yaa jangan nekat lah bilang ‘Insya Allah’ untuk menerima

tantangan tersebut. Atau jika sudah tahu bahwa kita tidak bisa berenang, sekonyong-konyong

ada teman yang mau ngajak diving, apa masih mau berbasa-basi menjawab, “Yuk, Insya

Allah.”


Jadi, bila sejak awal kita sudah tahu bahwa kemungkinan besar kita takkan mampu

melakukan hal tersebut, sebaiknya tidak perlu lagi menggunakan ‘Insya Allah’. Boleh jadi ini hal

sepele di mata kita, tapi akan jadi sesuatu yang sangat berarti bagi orang lain. Nggak mau dong

kan yaa, kita terlanjur dicap sebagai orang yang nggak bisa dipegang omongannya karena

menyepelekan fungsi ‘Insya Allah’. Ingat! Satu dari tiga ciri orang munafik adalah, jika dia

berjanji maka dia ingkar!


Semoga tulisan ini bisa membuat kita semua lebih berhati-hati sebelum mengucapkan ‘Insya

Allah’.


Aamiin Yaa Robbal Alamiin.


Bekasi, 10 Peb 2016

Iklan