counter create hit Mewaspadai Efek Samping Pembangunan IKN

Iklan

Iklan

,

Iklan

Mewaspadai Efek Samping Pembangunan IKN

Administrator
8 Mar 2023, 07:24 WIB Last Updated 2023-05-30T00:45:48Z


Mewaspadai Efek Samping Pembangunan IKN
Oleh :  Ari Nurainun, SE
(Pemerhati Kebijakan Ekonomi dan Politik)


Pembangunan dalam “rahim” ideologi Kapitalisme senantiasa menghasilkan efek samping. Begitupun dengan Mega proyek pembangunan IKN. Tak hanya efek samping, sejak awal, Mega proyek ini dirundung banyak masalah. Mulai masalah potensi kerusakan lingkungan, skema pendanaan, hengkangnya sejumlah investor besar, hingga polemik ganti rugi lahan yang dianggap terlalu murah dan merugikan warga.

Hingga kini persoalan ganti rugi lahan IKN belum usai. Warga Kelurahan Pemaluan  menilai ganti rugi lahan dengan nilai uang antara Rp150.000 sampai Rp300.000 per meter persegi dinilai rendah dan berdampak besar bagi warga. Selama ini lahan yang dimiliki sebagai sumber kehidupan masyarakat setempat, sehingga jika pemerintah tidak memberikan ganti rugi sesuai harga secara umum seperti di kota besar dengan nilai Rp3 juta sampai Rp5 juta per meter persegi, maka warga tidak bisa membeli lahan pengganti.

Selain itu, warga juga keberatan apabila harus pindah ke lokasi yang jauh dari kawasan ibu kota negara Indonesia baru. Pemerintah seharusnya menyiapkan lahan pengganti yang sesuai dengan kondisi lokasi awal, bukan di daerah pedalaman yang belum diketahui bisa berkembang atau tidak ke depannya. Polemik ini semakin memperlihatkan bukti bahwa masyarakat lokal akan tersingkir dengan adanya mega proyek ini.
Berkaca dari Jakarta

Jakarta adalah bukti kongkret bagaimana pembangunan ibukota menghasilkan berbagai residu yang merusak tatanan masyarakat. Pembangunan yang melesat cepat, meminggirkan penduduk asli. Penduduk lokal tak mampu bersaing dengan pendatang. Ruang-ruang publik terampas dan pembangunan hanyalah jejak ketundukan pada oligarki.  

Berikut berbagai efek samping pembangunan ibukota yang terpampang nyata :

Pertama,  pembangunan IKN Nusantara tidak diprediksi akan menyebabkan proses marginalisasi atau peminggiran penduduk lokal. Selama ini, banyak bukti menunjukkan, pembangunan dan industrialisasi yang terjadi di sebuah wilayah ternyata tidak diikuti kesiapan penduduk lokal untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang tengah berlangsung. Sebagaimana yang kita ketahui, mayoritas penduduk lokal memiliki tingkat pendidikan rendah.

Apalagi dengan keterbatasan latar belakang pendidikan dan kondisi struktural lain, sering kali penduduk lokal hanya menjadi penonton. Mereka tidak bisa diakomodasi dalam proses pembangunan yang ditransplantasikan seperti pembangunan IKN Nusantara. 

Kedua, berkaitan dengan kemungkinan terjadinya perpindahan kepemilikan aset produksi dan modal sosial ekonomi masyarakat di daerah. Dalam proses pembangunan IKN Nusantara, bisa dipastikan yang terjadi bukan hanya infiltrasi dan invasi pendatang dari luar dalam jumlah besar. Tetapi juga kemungkinan terjadinya proses suksesi kepemilikan sumber daya lokal. Hal ini sejalan dengan rendahnya ganti rugi lahan. Sebagaimana yang disampaikan penulis sebelumnya.

Ketiga, berkaitan dengan kemungkinan terjadinya gegar budaya akibat proses masuknya budaya urban ke wilayah pedesaan di sekitar IKN Nusantara. Sebuah kota besar, tidak hanya dari segi ukuran, tetapi juga gaya hidup, niscaya akan melahirkan dampak sosial yang signifikan bagi cara berpikir dan aktivitas sosial masyarakat. Pengalaman telah banyak menunjukkan bahwa kehadiran para pendatang di sebuah wilayah tentu tidak hanya menimbulkan dampak ekonomi yang luar biasa. Tetapi juga tawaran gaya hidup baru yang lebih permisif, pola hubungan yang lebih kontraktual, dan sebagainya. Bukan tidak mungkin hal itu berbeda dengan adat istiadat, norma, dan nilai masyarakat lokal.

Selain persoalan sosial kemasyarakatan, pemindahan IKN ditengah ketidakpastian ancaman resesi global 2023. Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menyarankan pemerintah menunda proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN. Dia menilai saat ini yang urgensi bukanlah pindah ibu kota baru.
Faisal mengatakan tidak ada pemerintahan yang ingin membangun ibu kita baru di tengah kondisi sekarang ini. Menurutnya saat ini dunia menghadapi ancaman Five C atau 5C yaitu Covid-19, Conflict Rusia-Ukraina, Climate Change, Commodity Prices, dan Cost of Living.

Faisal menambahkan, seharusnya pemerintah memiliki hitungan tersendiri. Dia mempertanyakan dampaknya bagi 34 provinsi lainnya dari pembangunan ibu kota baru sekarang. Faisal menilai dampaknya hanya nol koma sekian, tidak signifikan untuk memeratakan pembangunan.

Menggagas Kepindahan IKN dengan Tepat

Khilafah Islam, sebagai sebuah negara besar yang membentang dan menguasai lebih dari sepertiga dunia, beberapa kali memutuskan kepindahan ibukota. Bedanya, kepindahan ibukota dirancang dengan matang dan memiliki tujuan politik yang kuat. Bukan ambisi pribadi pemimpin negara, ataupun pesanan oligarki.
Sejarah mencatat, setidaknya ada empat kali kepindahan ibukota dalam negara khilafah. Tapi yang benar-benar membangun ibukota sejak awal adalah di Baghdad. Di masa kejayaan Bani Abassiyah.  Para sejarawan perkotaan baik Modelski maupun Chandler menilai, Baghdad di Irak memegang rekor kota terbesar di dunia dari abad-8 M sampai abad-13 M.  Penduduk Baghdad pada tahun 1000 M ditaksir sudah 1.500.000 jiwa.  Peringkat kedua diduduki oleh Cordoba di Spanyol yang saat itu juga wilayah Islam dengan 500.000 jiwa dan disusul Konstantinopel yang saat itu masih ibukota Romawi-Byzantium dengan 300.000 jiwa.

Pada 30 Juli 762 M, Khalifah al-Mansur mendirikan kota Baghdad.  Al-Mansur yakin bahwa Baghdad adalah kota yang tepat untuk menjadi ibukota Khilafah.  Modal dasar kota ini adalah lokasinya yang strategis. Baghdad memiliki kontrol atas rute perdagangan di sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia.  Ketersediaan air sepanjang tahun serta iklimnya yang kering juga membuat kota ini lebih beruntung daripada ibukota khilafah sebelumnya yakni Madinah atau Damaskus.

Meski memiliki modal dasar, tentu semuanya tak akan efektif tanpa perencanaan yang luar biasa.  Empat tahun sebelum dibangun, tahun 758 M al-Mansur mengumpulkan para ahli dari kalangan surveyor, insinyur dan arsitek dari seluruh dunia untuk datang dan membuat perencanaan kota.  Ada lebih dari 100.000 pekerja konstruksi yang  didatangkan untuk mensurvei rencana-rencana, banyak dari mereka disebar dan diberi gaji untuk langsung memulai pembangunan kota. 

Kota dibangun dalam dua semi-lingkaran dengan diameter sekitar 19 kilometer.  Pemilihan waktu di Bulan Juli sebagai waktu mulai karena mendengar pendapat dari dua astronom, Naubakht Ahvaz dan Masyallah.  Mereka percaya bahwa itu saat yang tepat, karena air Tigris sedang tinggi, sehingga kota dijamin aman dari banjir.  

Batu bata yang dipakai untuk membangun berukuran sekitar 45 centimeter pada seluruh seginya.  Abu Hanifah sebagai penghitung batu bata mengembangkan sistem kanalisasi untuk membawa air baik untuk pembuatan batu bata maupun untuk kebutuhan manusia.

Setiap bagian kota direncanakan untuk jumlah penduduk tertentu. Kemudian dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.  Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan. 

Sebagian besar warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar.  Negara dengan tegas mengatur kepemilikan tanah berdasarkan syariat Islam. Tanah pribadi yang ditelantarkan lebih dari tiga tahun akan ditarik kembali oleh negara, sehingga selalu tersedia dengan cukup tanah-tanah yang dapat digunakan untuk membangun fasilitas umum.

Perencanaan kota juga sangat memperhatikan aspek pertahanan dan keamanan.  Baghdad dikelilingi oleh empat benteng yang masing-masing diberi nama Kufah, Basrah, Khurasan dan Damaskus. Pemberian nama benteng disesuaikan dengan arah gerbang untuk perjalanan menuju kota-kota tersebut.  Setiap gerbang memiliki pintu rangkap yang terbuat dari besi tebal, yang memerlukan beberapa lelaki dewasa untuk membukanya.

Wajar, jika Baghdad dengan cepat menyaingi kemegahan Ctesiphon, ibukota Kekaisaran Persia yang terletak 30 kilometer di tenggara Baghdad, yang telah dikalahkan pada perang al-Qadisiyah tahun 637.  Menjadi ibukota kelas dunia. Wallahu’alam bi showab

Ari Nurainun, SE
(Pemerhati Kebijakan Ekonomi dan Politik)

 

Iklan